Senin, 26 November 2012

[Post-Match Indonesia vs Laos] Hancurnya Skenario Kemenangan



Indonesia memulai gelaran AFF Suzuki Cup dengan hasil di uar ekspektasi. Konsentrasi dan mindset awal adalah berapa banyak gol yang bisa dibuat ke gawang Laos agar apabila di akhir penyisihan grup berbagi poin sama ,Indonesia bisa lolos dengan agregat gol lebih baik.


Indonesia memulai babak I dengan determinasi yang lumayan. Dua peluang matang Irfan Bachdim gagal dimanfaatkan menjadi gol. Semua terlihat akan baik-baik saja untuk Indonesia. Indonesia akhirnya tersadar dan berpijak ke bumi setelah Novan Setya “tertinggal” dalam percobaan jebakan offside yang membuat striker Laos tinggal berhadapan one on one dengan penjaga gawang Endra Prasetya. Sial bagi Endra, perebutan bola 50-50 dengan striker Laos harus berbuah pelanggaran yang menyebabkan hukuman penalti sekaligus hukuman kartu merah bagi  Indonesia.

Memasang defensive line yang terhitung tinggi (sekitar  20 meter dari kotak penalti) Indonesia di babak I hanya kuat di sisi kanan yang ditempati Maitimo. Maitimo bukan hanya tidak bisa ditembus Laos, tapi juga jadi poros utama penyerangan Indonesia. Maitimo main rapi dan efektif. Imbas dari efektivitas Maitimo adalah Andik yang berada di depannya praktis selalu punya support sehingga Andik tak harus main gocek terus menerus.
 Andik, dengan sokongan dari Maitimo di belakangnya, “mendadak” jadi team-player yang sukses mengirim 3 key-passes ke dalam kotak penalti. Hanya 3 key-passes [umpan yang berhasil dikonversi jadi attempts]  yang dikirim Andik dari sisi kanan itulah umpan pemain Indonesia ke dalam kotak penalti Laos yang akurat. Sisanya umpan-umpan gagal.


Sayang Wahyu Wijiastanto, Handi Ramdhan dan Novan Setya tidak tampil sebaik Maitimo. Terutama Wahyu, ketika jebakan offside gagal, para bek Indonesia ini terlihat tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali melanggar atau bahkan pasrah saja. Untung para penyerang Laos pun penyelesaian akhirnya kurang baik. Di babak I, dari 8 attempts pemain Laos, hanya 3 yang menemui sasaran.

Kinerja Laos yang mampu membuat 8 attempts di babak I sepenuhnya mengandalkan serangan yang langsung menyerang lewat sisi kiri Indonesia dan/atau langsung menuju bek tengah. Tanpa perlindungan yang memadai dari Cussell dan Taufik di area midfield, bola memang menjadi mudah langsung berhadapan dengan back-four.

Catatan untuk timnas di babak I adalah minimnya para pemain berada di kotak penalti lawan. Bambang dan Irfan yang diplot sebagai striker lebih sering berada di luar kotak penalti. Bepe bahkan hanya berhasil melakukan dua attempts dengan catatan satu off target dan satu lagi di-blok. Logikanya, makin minim percobaan attempt, makin minim juga peluang mencetak gol.

Babak II

Taufik dan Cussel, sebagai pengampu lini tengah, memainkan peran berbeda. Cussel diberi ruang mengeksplorasi opposition-half [daerah lawan] dan Taufik diminta menjaga kedalaman dengan konstan di own-half [daerah sendiri]. Cussel cukup baik sebenarnya, umpan-umpan pendeknya berjalan baik dan cukup agresif memasuki final-third [sepertiga lapangan terakhir]. Dibanding saat menghadapi Timor Leste dan Kamerun di laga ujicoba, performa Cussel di babak I jauh lebih baik.

Di babak II, Cussel bahkan diberi kesempatan lebih naik ke depan, terutama di sisi kanan. Sementara Andik justru digeser ke kiri. Dengan Irfan yang juga sering berada di kiri, Nil jelas mengincar Laos dengan menyerang dari sisi kiri. Bambang ditempatkan sebagai ujung tombak di depan.
Tapi strategi ini mudah saja dipatahkan Laos dengan memperkuat sisi kanan pertahanan mereka. Sebaliknya, Laos dengan jeli mengeksploitasi lubang yang menganga di depan back-four Indonesia yang hanya dijaga oleh Taufik sendirian. Serangan Laos dengan mudah langsung sampai di jantung  pertahanan Indonesia. Gol kedua Laos pun berasal dari skema serangan yang dibangun dari lini tengah dan langsung menusuk jantung pertahanan Indonesia.

Dari sisi serangan, perubahan strategi ini juga berjalan cukup aneh. Bentrok posisi antara Andik dan Irfan membuat Bambang tidak mendapat suplai sama sekali. Bepe praktis hanya berlari-lari saja tanpa mendapat bola. Cussell yang berdiri di kanan juga tidak bisa berbuat apa-apa. Hampir semua umpan panjang Cussell tidak menemui sasaran.
Jika kita melihat umpan-umpan yang dibuat Indonesia di final third [sepertiga lapangan terakhir] di sepanjang pertandingan seperti tergambar dalam chalkboard di atas, terlihat minim sekali serangan dari sisi kiri. Bahkan ditempatkannya Andik di kiri bersama Irfan pun tak membuat produksi umpan dari sisi kiri membaik.

Nil melakukan perubahan kembali dengan memasukan Mofu menggantikan Bambang. Mofu ditempatkan sebagai gelandang serang dengan Cussel [dan bukan striker seperti Irfan] yang malah dijadikan ujung tombak. Andik dikembalikan ke kanan dengan Irfan berada tetap di kiri. Cussel jelas tak bisa berbuat banyak ditempatkan sebagai ujung tombak. Dalam rentang waktu 5 menit, dia 3 kali terperangkap off-side. Akan tetapi tampaknya Cussel memang ditaruh sebagai ujung tombak semata sebagai kecohan dan berharap pada lini kedua poros Irfan-Andik-Mofu. 

Strategi ini berhasil membuahkan gol penyama. Bermula dari Irfan di kiri yang  mengirim umpan panjang pada Andik. Eksekusi Andik diblok kiper Laos. Dan, sesuai skema yang diharapkan, Mofu [dan bukan Cussel] berhasil menyusup dari lini kedua mengeksekusi bola muntah itu.
 
Kendati demikian, tampak jelas juga, skema terakhir ini membuat Laos leluasa lini tengah. Pemain tengah Laos hanya menghadapi Taufik. Artinya, di babak II, Taufik harus melindungi empat bek Indonesia melawan tiga sampai empat pemain Laos. Sangat jelas Taufik tidak bisa mengatasi semua ini. Bola sering tembus langsung tertuju kepada duo Handi dan Wahyu.  


Ini yang membuat Laos berhasil membuat attempts sebanyak 8 kali di babak II dengan hanya 1 yang 
off-target. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya bisa membuat 6 attempts.
 KESIMPULAN:
Harus diakui, strategi Nil agak berantakan. Mudah diduga Nil menyimpan Ellie Aiboy untuk dimainkan sebagai alternatif di babak II. Rencana itu buyar dengan kartu merah yang diterima Endra. Strategi terpaksa disusun ulang. Seperti yang sudah diuraikan di atas, Nil setidaknya 3 kali melakukan perubahan formasi dan strategi.

Dari sekian banyak yang bisa dipelajari dari laga ini, sisi pertahanan jadi PR terbesar Nil. Menghadapi Singapura di laga berikutnya, Nil harus sudah menemukan solusi. Melihat cara bermain Singapura, yang memiliki speed dan power jauh di atas Laos dan Indonesia, Indonesia bisa menjadi bulan-bulanan empuk jika cara bertahannya masih sama seperti menghadapi Laos.

Mungkin sudah seharusnya Nil memikirkan bagaimana caranya memberi perlindungan pada back-four Indonesia. Menempatkan hanya seorang Taufik sebagai filter serangan lawan terbukti keropos. Laos dengan mudah menembus lini tengah Indonesia.

Tidak ada salahnya mencoba pola 4-2-3-1 dengan menempatkan double-pivot di depan back-four. Dua pivot ini bisa memberi perlindungan yang lebih baik bagi back-four, terlebih jika salah satu yang dipasang bertipe ball-winner. Duet Rasyid Bakrie dan Taufik mungkin bisa dimaksimalkan dengan Mofu ditempatkan sebagai gelandang serang di belakang ujung tombak.

1 komentar:

  1. Dari sisi Laos, saya pikir acungan jempol patut diberikan pada mereka. Mereka memiliki hal yang tidak kita miliki, determinasi, semangat, dan percaya diri terutama lini tengahnya (nomor punggung 7) benar-benar merepotkan pertahanan kita.

    Lawan Singapura? Ada mantan pemain Persib, Shahril Ishak yang mencetak dua gol di pertandingan pertama yang menempati posisi ini. PR Besar buat Nil.

    BalasHapus