Indonesia memulai gelaran AFF Suzuki Cup dengan hasil di uar ekspektasi. Konsentrasi dan mindset awal adalah berapa banyak gol yang bisa dibuat ke gawang Laos agar apabila di akhir penyisihan grup berbagi poin sama ,Indonesia bisa lolos dengan agregat gol lebih baik.
Indonesia memulai
babak I dengan determinasi yang lumayan. Dua peluang matang Irfan Bachdim gagal
dimanfaatkan menjadi gol. Semua terlihat akan baik-baik saja untuk Indonesia. Indonesia
akhirnya tersadar dan berpijak ke bumi setelah Novan Setya “tertinggal” dalam
percobaan jebakan offside yang membuat striker Laos tinggal berhadapan one on one dengan penjaga gawang Endra
Prasetya. Sial bagi Endra, perebutan bola 50-50 dengan striker Laos harus
berbuah pelanggaran yang menyebabkan hukuman penalti sekaligus hukuman kartu
merah bagi Indonesia.
Memasang defensive line yang terhitung tinggi (sekitar 20 meter dari kotak penalti) Indonesia di
babak I hanya kuat di sisi kanan yang ditempati Maitimo. Maitimo bukan hanya tidak
bisa ditembus Laos, tapi juga jadi poros utama penyerangan Indonesia. Maitimo
main rapi dan efektif. Imbas dari efektivitas Maitimo adalah Andik yang berada
di depannya praktis selalu punya support
sehingga Andik tak harus main gocek terus menerus.
Andik, dengan sokongan dari Maitimo di belakangnya, “mendadak” jadi team-player yang sukses mengirim 3 key-passes ke dalam kotak penalti. Hanya 3 key-passes [umpan yang berhasil dikonversi jadi attempts] yang dikirim Andik dari sisi kanan itulah umpan pemain Indonesia ke dalam kotak penalti Laos yang akurat. Sisanya umpan-umpan gagal.
Andik, dengan sokongan dari Maitimo di belakangnya, “mendadak” jadi team-player yang sukses mengirim 3 key-passes ke dalam kotak penalti. Hanya 3 key-passes [umpan yang berhasil dikonversi jadi attempts] yang dikirim Andik dari sisi kanan itulah umpan pemain Indonesia ke dalam kotak penalti Laos yang akurat. Sisanya umpan-umpan gagal.
Sayang Wahyu
Wijiastanto, Handi Ramdhan dan Novan Setya tidak tampil sebaik Maitimo.
Terutama Wahyu, ketika jebakan offside gagal, para bek Indonesia ini terlihat
tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali melanggar atau bahkan pasrah saja.
Untung para penyerang Laos pun penyelesaian akhirnya kurang baik. Di babak I,
dari 8 attempts pemain Laos, hanya 3
yang menemui sasaran.
Kinerja Laos yang
mampu membuat 8 attempts di babak I
sepenuhnya mengandalkan serangan yang langsung menyerang lewat sisi kiri
Indonesia dan/atau langsung menuju bek tengah. Tanpa perlindungan yang memadai dari
Cussell dan Taufik di area midfield,
bola memang menjadi mudah langsung berhadapan dengan back-four.
Catatan untuk timnas
di babak I adalah minimnya para pemain berada di kotak penalti lawan. Bambang
dan Irfan yang diplot sebagai striker lebih sering berada di luar kotak penalti.
Bepe bahkan hanya berhasil melakukan dua attempts
dengan catatan satu off target dan
satu lagi di-blok. Logikanya, makin minim percobaan attempt, makin minim juga peluang mencetak gol.
Babak II
Taufik dan Cussel,
sebagai pengampu lini tengah, memainkan peran berbeda. Cussel diberi ruang
mengeksplorasi opposition-half
[daerah lawan] dan Taufik diminta menjaga kedalaman dengan konstan di own-half [daerah sendiri]. Cussel cukup
baik sebenarnya, umpan-umpan pendeknya berjalan baik dan cukup agresif memasuki
final-third [sepertiga lapangan
terakhir]. Dibanding saat menghadapi Timor Leste dan Kamerun di laga ujicoba,
performa Cussel di babak I jauh lebih baik.
Di babak II, Cussel
bahkan diberi kesempatan lebih naik ke depan, terutama di sisi kanan. Sementara
Andik justru digeser ke kiri. Dengan Irfan yang juga sering berada di kiri, Nil
jelas mengincar Laos dengan menyerang dari sisi kiri. Bambang ditempatkan
sebagai ujung tombak di depan.
Tapi strategi ini
mudah saja dipatahkan Laos dengan memperkuat sisi kanan pertahanan mereka.
Sebaliknya, Laos dengan jeli mengeksploitasi lubang yang menganga di depan
back-four Indonesia yang hanya dijaga oleh Taufik sendirian. Serangan Laos
dengan mudah langsung sampai di jantung
pertahanan Indonesia. Gol kedua Laos pun berasal dari skema serangan
yang dibangun dari lini tengah dan langsung menusuk jantung pertahanan
Indonesia.
Dari sisi serangan,
perubahan strategi ini juga berjalan cukup aneh. Bentrok posisi antara Andik
dan Irfan membuat Bambang tidak mendapat suplai sama sekali. Bepe praktis hanya
berlari-lari saja tanpa mendapat bola. Cussell yang berdiri di kanan juga tidak
bisa berbuat apa-apa. Hampir semua umpan panjang Cussell tidak menemui sasaran.
Jika kita melihat
umpan-umpan yang dibuat Indonesia di final third [sepertiga lapangan terakhir]
di sepanjang pertandingan seperti tergambar dalam chalkboard di atas, terlihat
minim sekali serangan dari sisi kiri. Bahkan ditempatkannya Andik di kiri
bersama Irfan pun tak membuat produksi umpan dari sisi kiri membaik.
Nil melakukan
perubahan kembali dengan memasukan Mofu menggantikan Bambang. Mofu ditempatkan
sebagai gelandang serang dengan Cussel [dan bukan striker seperti Irfan] yang
malah dijadikan ujung tombak. Andik dikembalikan ke kanan dengan Irfan berada
tetap di kiri. Cussel jelas tak bisa berbuat banyak ditempatkan sebagai ujung
tombak. Dalam rentang waktu 5 menit, dia 3 kali terperangkap off-side. Akan
tetapi tampaknya Cussel memang ditaruh sebagai ujung tombak semata sebagai
kecohan dan berharap pada lini kedua poros Irfan-Andik-Mofu.
Strategi ini berhasil
membuahkan gol penyama. Bermula dari Irfan di kiri yang mengirim umpan panjang pada Andik. Eksekusi
Andik diblok kiper Laos. Dan, sesuai skema yang diharapkan, Mofu [dan bukan
Cussel] berhasil menyusup dari lini kedua mengeksekusi bola muntah itu.
Kendati demikian,
tampak jelas juga, skema terakhir ini membuat Laos leluasa lini tengah. Pemain
tengah Laos hanya menghadapi Taufik. Artinya, di babak II, Taufik harus
melindungi empat bek Indonesia melawan tiga sampai empat pemain Laos. Sangat
jelas Taufik tidak bisa mengatasi semua ini. Bola sering tembus langsung
tertuju kepada duo Handi dan Wahyu.
Ini yang membuat Laos
berhasil membuat attempts sebanyak 8 kali di babak II dengan hanya 1 yang
off-target. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya bisa membuat 6 attempts.
KESIMPULAN:
Harus diakui, strategi
Nil agak berantakan. Mudah diduga Nil menyimpan Ellie Aiboy untuk dimainkan
sebagai alternatif di babak II. Rencana itu buyar dengan kartu merah yang
diterima Endra. Strategi terpaksa disusun ulang. Seperti yang sudah diuraikan
di atas, Nil setidaknya 3 kali melakukan perubahan formasi dan strategi.
Dari sekian banyak
yang bisa dipelajari dari laga ini, sisi pertahanan jadi PR terbesar Nil.
Menghadapi Singapura di laga berikutnya, Nil harus sudah menemukan solusi.
Melihat cara bermain Singapura, yang memiliki speed dan power jauh di
atas Laos dan Indonesia, Indonesia bisa menjadi bulan-bulanan empuk jika cara
bertahannya masih sama seperti menghadapi Laos.
Mungkin sudah
seharusnya Nil memikirkan bagaimana caranya memberi perlindungan pada back-four
Indonesia. Menempatkan hanya seorang Taufik sebagai filter serangan lawan
terbukti keropos. Laos dengan mudah menembus lini tengah Indonesia.
Tidak ada salahnya
mencoba pola 4-2-3-1 dengan menempatkan double-pivot
di depan back-four. Dua pivot ini
bisa memberi perlindungan yang lebih baik bagi back-four, terlebih jika salah
satu yang dipasang bertipe ball-winner.
Duet Rasyid Bakrie dan Taufik mungkin bisa dimaksimalkan dengan Mofu
ditempatkan sebagai gelandang serang di belakang ujung tombak.
Dari sisi Laos, saya pikir acungan jempol patut diberikan pada mereka. Mereka memiliki hal yang tidak kita miliki, determinasi, semangat, dan percaya diri terutama lini tengahnya (nomor punggung 7) benar-benar merepotkan pertahanan kita.
BalasHapusLawan Singapura? Ada mantan pemain Persib, Shahril Ishak yang mencetak dua gol di pertandingan pertama yang menempati posisi ini. PR Besar buat Nil.